Tanodi Akui Ada Provokator di Balik Sengketa Tanah di Ibu Kota MBD
AMBON - BERITA MALUKU. Ditengarai kuat ada provokator di balik merebaknya sengketa batas tanah antara Desa Wakarleli, Desa Pati, dan Desa Kaiwatu yang merebak beberapa saat sebelum maupun sesudah ibu kota definitif Kabupaten Maluku Barat Daya dipermanenkan di Tiakur, Pulau Moa, Kecamatan Moa, sesuai amanat Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2008 tentang Pembentukkan Kabupaten MBD di Maluku pada 21 Juli 2008.
''Kalau dari beragam pengakuan tokoh-tokoh masyarakat, ada provokator yang main. Mereka ini sebenarnya tak punya hak atas tanah sesuai adat yang berlaku, tapi sengaja menghasut dan menipu masyarakat seakan-akan tanah-tanah di Moa, terutama di Wakarleli, Tounaman, dan Pati merupakan milik mereka. Masyarakat harus waspadai mereka,'' ujar pemuka masyarakat Wakarleli Fery Tanodi (59) di Ambon, Kamis, 25 Juli 2013.
Lebih jauh Tanodi membeberkan secara detil kepemilikan tanah di Wakarleli, termasuk di lokasi ibu kota MBD, baik dari pendekatan adat maupun testimoni para pemangku adat di wilayah itu.
Feri menyebutkan terdapat dua matarumah yang punya kuasa dalam kepemilikan tanah di Wakarleli. Yakni, matarumah Rehiara (marga Tanodi) dan matarumah Surimaha (marga Tetlelora). ''Memang ada beberapa matarumah lain lagi, tapi yang punya kepemilikan tanah lebih luas adalah (matarumah) Rehiara,'' terangnya.
Khusus untuk kepemilikan tanah di Tiakur, ungkap Tanodi, juga ada matarumah lain yang memilikinya, termasuk tanah Tuturmutu, Watliaunain, dan Celi. Namun, sesuai pengakuan secara turun temurun maupun pendekatan hukum adat, tanah-tanah di Tiakur dan Wakarleli lebih dominan dikuasai matarumah Rehiara.
Yang disesalkan Tanodi, setelah pengalihan aktivitas pemerintahan dari Wonreli, Kisar, ke Tiakur, Moa pada 26 November 2012 banyak terjadi penyerobotan lahan (tanah) dari keluarga-keluarga tertentu, misalnya Tutupahar dan Tanpatti yang mengklaim bahwa tanah-tanah tersebut, termasuk Tounaman (desa kecil yang kini sudah tak ada) adalah milik mereka. Padahal, Tounaman itu milik warga Wakarleli.
''Jadi, banyak yang tahu dan mengakui kalau tanah-tanah itu milik marga Tanodi,'' jelasnya.
Lucunya, ungkap Feri, ada dalang berinisial ST dari keluarga Tutupahar yang berupaya menjual tanah-tanah tersebut dengan menipu masyarakat. ''Saya mau tegaskan, sekalipun itu milik Tounaman, ST tak punya hak karena dia anak luar nikah. Karena itu, masyarakat harus hati-hati dengan ST dan kelompoknya, sebab jangan sampai ada masalah hukum di kemudian hari,'' ingat Feri.
Feri membeberkan tujuan ST dkk untuk memiliki tanah di Tounaman adalah membentuk pemerintahan sendiri (maksudnya desa) di bawah Wakarleli. ''ST dan kelompoknya itu provokator dan separatis,''tudingnya.
Padahal, urai Feri, untuk membentuk desa sendiri, minimal didukung Peraturan Daerah MBD, ada izin desa induk, dan sudah memenuhi syarat-syarat formal lain. Untuk memuluskan niat bulusnya, setiap Jumat ST dan kaki tangannya menggelar rapat gelap di Watliaunain.
Dia menambahkan, saat ini Saniri Negeri dan pemuka masyarakat Wakarleli tengah menanti dirinya untuk menggelar Sidang Adat terkait masalah ini. ''Mereka menunggu saya untuk sidang adat. Tapi, saya berharap sidang adat itu akan memberikan keadilan sesuai apa yang telah diamanatkan para leluhur Wakarleli. Kalau hasilnya tidak membawa keadilan, pasti akan melukai para leluhur,'' paparnya.
Dari sisi adat, orang Wakarleli menganggap orang Pati sebagai kakaknya. ''Hanya orang yang tak tahu adat saja yang mau melanggar sumpah para leluhur. Artinya kita dan orang Pati itu saudara, mana mungkin kita mau berkelahi soal tanah,'' pungkasnya. (bm 01)

berita Maluku 25 Jul, 2013
-
Source: http://www.beritamaluku.com/2013/07/tanodi-akui-ada-provokator-di-balik.html
--
Manage subscription | Powered by rssforward.com